Beliau RA berkata tentang dakwah, Yang wajib bagi kita yaitu harus menjadi daI dan tidak harus menjadi qodli atau mufti (katakanlah wahai Muhammad SAW inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang jelas aku dan pengikutku) apakah kita ikut padanya (Rasulullah) atau tidak ikut padanya? Arti dakwah adalah memindahkan manusia dari kejelekan menuju kebaikan, dari kelalaian menuju ingat kepada Allah, dan dari keberpalingan kembali menuju kepada Allah, dan dari sifat yang buruk menuju sifat yang baik.

Tuesday, May 31, 2011

Didalam Hadits diceritakan, ketika Allah Ta’ala menghendaki untuk mengumpulkan para makhluk, maka Allah Ta’ala menghidupkan malaikat Jibril dan Mikail as., serta malaikat Israfil dan Izrail as. Permulaan makhluk yang dihidupkan oleh Allah adalah Israfil, lalu Israfil mengambil sangkala dari Arasy,selanjutrnya Allah menghidupkan malaik...at Ridwan, seraya berfirman: Hai Ridwan, perhiasilah surga-surga itu dan siapkan pakaian bagi Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam. Serta umatnya. Kemudian datanglah para malikat dengan (membawa) buraq serta mahkota dan bendera Ahmad, termasuk dua pakaian dari pakaian surga.

Binatang yang pertama kali dihidupkan oleh Allah adalah Buraq, lalu Allah Ta’ala berfirman: Pakaianilah Buraq ini! Maka para malaikat memakaiakan pada buraq itu pelana yang bertahtakan permata dari yakut merah(sejenis permata indah), dan kendalinya dari zabar jamrut yang hijau, kedua pakaian itu salah satunya(berwarna) hijau dan yang lain berwarna kuning. Lalu Allah Ta’ala befirman: Berangkatlah kalian ke kubur Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam. Maka malaikat itu sama pergi, dan benar-0benar bumi ini masih dalam keadaan kosong dan rata, sedangkan para malaikat itu tidak mengetahui, di mana kubur Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam.? Lalu tampaklah Nur Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam. Seperti tiang dari kubur yang menembus sampai ke tengah langit. Berkatalah Jibril as.: Hai Israfil yang memanggil(Muhammad), maka dengan perantaraan tanganmu Allah Ta’ala mengumpulkan para makhluk melalui tanganmu. Llau Israfil berkata pada Jibril: Kamu sajalah yang memanggil! Maka sesungguhnya kamu itu adalah kekasihnya waktu di dunia. Jibril menjawab: Aku merasa malu kepada Muhammad. Maka Israfil as.berkata(kepada temannya) yaitu Mikail : Hai Mikail kamu sajalah yang memanggil pada Muhammad. Maka Malaikat Mikail berkata(pada kubur Muhammad): Kepadamu Hai Muhammad, maka nabi Muhammad tidak menjawabinya. Lalu ketiga malaikat berkata kepada malaikat maut: Kamu sajalah yang memanggil. Maka malaikat maut berkata : hair ruh yang suci kembalilah kepada badan yang suci. Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam. Tetap tidak menjawabinya. Kemudian Israfil as. Memanggil : Hai Ruh yang suci masuklah ke badan yang suci. Maka nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam tidak menjawabinya. Kemudian Izrail as. Memanggilnya : Hai Muhammad bangunlah, untuk memutuskan hukuman dan hisab serta menghadap kepada Dzat Yang Maha Penyayang.

Akhirnya pecahlah kubur tersebut, ketika itu, Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam. Duduk dalam kuburnya sedang membersihkan debu dari kepalanya dan jenggotnya. Lalu malaikat Jibril as. Memberikan kepada Nabi dua pakaian dan Buraq. Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam berkata: Hai Jibril, hari apa ini? Jibril menjawab : Ini adalah hari kiamat, hari kerugian, hari penyesalan, hari Buraq, hari berpisah, dan hari bertemu. Maka Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam berkata : Hai Jibril, gembirakanlah aku. Jibril berkata : Surga benar-benar telah diperhias karena kedatanganmu, dan neraka benar-benar telah di tutup. Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam berkata : Aku tidak meminta kepadamu dari perkara ini, tetapi aku meminta kepadamu tentang Umatku yang sama berdosa barangkali kamu meninggalkan mereka di Shirat(jembatanm). Maka Israfil berkata : Demi kemuliaan tuhanku, Hai Muhammad aku belum meniup sangkala(untuk) membangkitkan sebelum kamu bangkit(lebih dahulu).Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam berkata : Sekarang bahagialah hatiku dan menjadi segar mataku. Lalu Nabi mengambil mahkota dan pakaian, kemudian beliau memakainya kedua pakaian itu (selanjutnya) beliau naik buraq.

Dikutip dari : Kitab Daqoiqul Akbar_Imam Abdirrahman bin Ahmad Al-Qadly

(Bab Tentang Allah Mengumpulkan Sesuatu dari Para Makhluk)
 
 

Saturday, May 7, 2011

 Tak ada sahabat sejatimu kecuali dia yang paling tahu aibmu, dan tidak ada (sahabat seperti itu) kecuali Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Sebaik-baik sahabatmu adalah yang menuntutmu, tetapi sama sekali tuntutan itu tidak ada kepentingannya darimu untuk-Nya .” (Al-Hikam_Ibn Atha'illah)

Tak ada yang lebih tahu aib kita secara detil dan rin...ci melainkan Allah Subhanallahu Wata'ala, karena Dia-lah yang tak pernah meninggalkan anda ketika anda dalam kondisi hina dan tidak menolak anda ketika anda dalam kondisi sangat kurang, bahkan senantiasa mengasihi anda dalam situasi apa pun.

Pada saat begitu Dia memerintahkan anda dan melarang anda, namun anda maksiat pada-Nya, namun Dia tidak meninggalkan anda, bahkan dengan rasa belas kasih-Nya Dia memanggilmu untuk datang kepada-Nya di saat anda alpa.

Namun jika yang tahu aib anda secara detil itu adalah makhluk, maka para makhluk pun justru meninggalkan anda dan melempari anda atas perbuatan anda selama ini. Namun Allah Subhanallahu Wata'ala dengan segala cinta dan kasih sayang-Nya senantiasa malah menjaga anda. Namun yang menyadari itu sangat sedikit.

Allah Subhanallahu Wata'ala tidak pernah meminta imbal balik kita dibalik perlindungan, perintah, tuntutan dan larangan-Nya. Sedangkan pergaulan dan persahabatan dengan makhluk penuh dengan tuntutan dan kepentingan. Maka sahabat sejati sesungguhnya yang menyadarkan kepentingan yang kembali pada diri kita, hal-hal yang berguna maupun hal-hal mana yang berbahaya.

Namun rasa yaqin yang rendah dan lemah membuat anda terhijab dari semua itu. Karena itu Ibnu Athaillah melanjutkan:

“Seandainya cahaya yaqin memancar, pasti anda melihat akhirat lebih dekat padamu dibanding anda menempuhnya. Dan sungguh anda memandang keindahan dunia tak lebih dari reruntuhan fana yang tampak padanya. Dunia hanyalah khayal dalam wujudnya, apabila anda benar-benar tercerahi oleh cahaya yaqin. ” (Al-Hikam_Ibn Atha'illah)

Ahmad bin Ashim al-Anthaky ra menegaskan, “Yaqin adalah nur yang dijadikan Allah swt dalam hati hamba-Nya, hingga ia melihat perkara akhiratnya dan cahaya itu membakar semua hijab antara Dia dan dirinya, sampai akhirat tampak begitu jelas dalam perspektifnya.”

Suatu hari Rasulullah Shallahu'alaihi wa sallam, bertanya kepada Haritsah ra, “Apa kabarmu pagi ini wahai Haritsah?”

“Saya dalam kondisi beriman yang benar,” jawab Haritsah.
Rasulullah Shallahu'alaihi wa sallam, bersabda, “Setiap kebenaran ada hakikatnya, lalu apa hakikat imanmu?”

“Seakan-akan saya berada di Arasy Tuhanku benar-benar ditegakkan dan saya melihat ahli syurga sedang menikmati nikmat-nikmat-Nya di syurga dan ahli neraka sedang saling minta pertolongan,” kata Haritsah.

Rasulullah Shallahu'alaihi wa sallam, bersabda, “Kamu sedang mengenal maka teguhlah. Seorang hamba yang qalbunya dicerahi cahaya oleh Allah….” (Al-Hadits).

Rasulullah Shallahu'alaihi wa sallam, pernah bersabda, “Bila cahaya masuk dalam hati, maka hati akan lapang…”

Rasulullah Shallahu'alaihi wa sallam, ditanya, “Wahai Rasulullah apakah ada tanda untuk mengenal itu?”
Beliau menjawab, “Merasa kosong di negeri tipudaya dan kembali pada negeri keabadian, serta mempersiapkan bekal mati sebelum waktunya tiba…”

Hadist dari Abdullah bin Mas’ud r.a. bahwa Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Tunjukkan rasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu.” Kami berkata, “Ya Nabi Allah, kami punya rasa malu.”

Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Itu bukan rasa malu, tetapi siapa yang malu terhadap Allah dengan sebenar-benarny...a, hendaklah dia menjaga akal pikiran dan makanan serta mengingat mati dan ujian. Barangsiapa menghendaki akhirat, hendaklah ia meninggalkan kesenangan hidup duniawi dan lebih mengutamakan kehidupan akhirat daripada dunia.

Barangsiapa melakukan hal itu, ia telah menunjukkan rasa malu kepada Allah Ta’ala dengan sebenar-benarnya. Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Rasa malu itu sebagian dari iman.”

Diceritakan, bahwa seorang perempuan datang kepada Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam dan berkata, “Ya Rasulullah, aku telah berbuat dosa besar, obatilah aku.”

Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Tobatlah kepada Allah Ta‘ala.” Perempuan itu berkata, “Bumi telah mengetahui dosaku dan aku berbuat di atasnya, sedang ia menjadi saksi pada hari kiamat.”

Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda, “la tidak akan menjadi saksi bagimu.” Allah Ta’ala berfirman, “Hari, di mana bumi ini diganti dengan bumi yang lain.”

Perempuan itu berkata, “Langit telah mengetahui aku, ia akan menyaksikanku pada hari kiamat.”

Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala akan melipat langit.” Allah Ta’ala berfirman, “Hari di mana Kami akan melipat langit, seperti halnya Kami melipat buku catatan.”

Perempuan itu berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya malaikat-malaikat mulia yang mencatat amal telah menulis dosaku di dalam kitab.”

Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perbuatan baik akan menghapus perbuatan buruk.” Kemudian Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang bertobat dari dosanya seperti orang yang tak berdosa.”

Kemudian perempuan itu berkata, “Sesungguhnya para malaikat mengetahui perbuatan-perbuatanku dan menjadi saksi atas perbuatan-perbuatanku yang buruk.”

Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala membuat lupa para malaikat pencatat amal pada hari kiamat.”

Sebagaimana disebutkan dalam kitab Rabi’ul Abrar, bahwa Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Apabila manusia bertobat ke¬pada Allah dan Allah menerima tobatnya, Dia membuat lupa para malaikat pencatat terhadap apa yang diperbuat oleh manusia itu.”

Allah Ta’ala berfirman, “Hari di mana lidah-lidah, ta¬ngan-tangan, dan kaki-kaki mereka menjadi saksi atas apa yang pernah mereka lakukan (Al-ayat).”

Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman kepada bumi dan anggota-anggota tubuh manusia,” Sembunyikanlah keburukan-keburukan dan jangan menampakkannya. Kemudian perempuan itu berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya semua ini adalah hak orang yang bertobat.

Hanya saja, bagaimana manusia bisa tahan menghadapi rasa malu kepada Allah Ta’ala pada hari kiamat. Karena engkau telah bersabda, Ya Rasulullah, pada hari kiamat orang yang berdosa teringat dosanya sehingga ia malu kepada Allah Ta’ala dan berkeringat lantaran rasa malunya itu. Sebagian orang ada yang keringatnya mencapai lutut, sebagian mereka ada yang mencapai pusar dan sebagian mereka ada yang mencapai tenggorokan.

Kemudian Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah hari itu, janganlah kalian melalaikannya, dan bertobatlah kepada Allah serta berdoalah dengan Khusyu’ kepada-Nya, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat dan Penyayang.

[ Sumber: Kitab Mawa'idul Usfuriyah-Muhammad Bin Abu Bakar Al-Usfuri Hadits 18 ]

Nabi Adam as pernah berwasiat kepada putranya Syits lima macam wasiat, dan beliau juga berpesan kepada putranya itu agar mewasiatkannya kembali kepada putera-puterinya kelak.

Kelima hal yang dimaksud adalah:

Pertama, Katakanlah kepada anak-anakmu: "Janganlah kamu merasa tenang dengan dunia, karena sesungguhnya aku dulu merasa tenang de...ngan syurga yang kekal, namun Allah telah mengeluarkanku "

Kedua, Katakanlah kepada anak-anakmu: "Janganlah kamu bertindak dengan menuruti kemauan istrimu, karena sesungguhnya aku bertindak dengan menuruti kemauan istriku dan aku memakan buah khuldi, namun yang kudapat hanya penyesalan “

Ketiga, Katakanlah kepada anak-anakmu: "Setiap amal perbuatan yang ingin kamu kerjakan, maka fikirkanlah akibatnya. Karena seandainya aku memikirkan akibat daripada memakan pohon yang terlarang itu niscaya aku tidak akan menerima akibat seperti ini."

Keempat, Apabila hatimu tidak merasa mantap dalam sesuatu maka jauhilah, karena sesungguhnya ketika aku hendak makan pohon yang terlarang itu, hatiku tidak mantap namun aku tidak menghiraukannya sehingga aku menyesal."

Kelima, Bermusyawarahlah dalam segala urusan, karena seandainya aku bermusyawarah dengan malaikat pasti tidak akan terjadi apa yang menimpaku.“

(sumber: Mukasyafatul Qulub_Imam Al Ghazali)
Seorang perempuan renta memilih tinggal bersama anak bungsunya yang telah menikah. Semua anaknya yang lain telah berkeluarga dan tinggal di luar kota. Perempuan itu merasa bahagia dapat tinggal bersama anaknya, apalagi ditambah kehadiran cucunya yang baru berusia enam tahun. Celotehan dari mulut mugilnya menghapus kesepian dan kesendiriannya di masa tua.

Perempuan tua itu sudah sangat uzur. Lututnya sering gemetar tak kuat lagi menyangga beban tubuhnya sendiri. Tangannya pun sering bergetar saat memegang benda. Penglihatannya mulai rabun.

Sudah menjadi tradisi keluarga, setiap akhir minggu, seluruh anggota keluarga berkumpul untuk makan malam bersama. Di ruang makan yang cukup luas, berkumpul seluruh anak-anak perempuan tua itu membawa serta keluarganya. Mereka sengaja datang dari luar kota untuk merayakan tradisi keluarga yang sudah sejak dulu dilakukan. Saat seperti inilah yang sangat dinanti sang perempuan tua itu.

Saat yang paling membahagiakan si perempuan tua, justru menjadi saat tak menyenangkan bagi anak-anaknya. Pada saat makan malam seperti inilah, terkadang perempuan tua yang sudah pikun itu sering membuat kacau acara. Tangannya yang lemah dan gemetar serta penglihatan yang mulai rabun, membuatnya sulit untuk memilih serta menyantap makanan. Tak jarang, sendok dan garpu jatuh ke lantai, sayur sup tumpah membasahi taplak meja, karena ia tak mampu lagi menyangga mangkuk sup. Saat ia meraih gelas untuk minum, gelas itu malah jatuh ke lantai lalu pecah berantakan.

Semua anak dan menantunya menjadi jengkel dan gusar dengan tingkah perempuan tua itu. Mereka merasa sangat direpotkan dengan semua kejadian itu. Si sulung lalu berkata, "kita harus melakukan sesuatu. Aku sudah muak dan bosan melihat kejadian seperti ini terus menerus, sehingga kita tidak bisa menikmati makanan yang kita santap."

Lalu, mereka berembug dan akhirnya sepakat untuk membuatkan sebuah meja kecil untuk ibu mereka. Meja kecil itu ditempatkan di salah satu sudut ruang makan, terpisah dari meja makan utama. Di kursi serta meja itulah, perempuan tua itu akan duduk untuk menikmati makan malamnya, sendirian. Meja kecil itu juga dilengkapi dengan piring dan gelas kayu, agar tak pecah saat terjatuh.

Acara makan malam berikutnya berlangsung sukses. Tak ada lagi kekacauan yang disebabkan oleh perempuan renta itu. Semua orang makan dengan lahap. anak-anaknya menyantap makanan dengan lahap tanpa terganggu oleh ulah sang nenek. Agar nenek tua itu tidak memecahkan piring serta gelas, anak-anaknya membuatkan juga mangkuk serta gelas dari kayu.

Begitulah seterusnya, acara makan malam mereka tidak lagi terganggu sehingga mereka benar-benar menikmati kelezatan makanan yang mereka santap.

Di sudut ruangan, perempuan itu tetap berusaha menikmati makan malamnya, meski kali ini ia harus tersingkir dari anak-anaknya sendiri. Perempuan tua itu merasa sangat sedih. Air matanya mengalir melewati gurat keriput di pipinya saat ia menyuapkan nasi ke mulutnya yang tak lagi bergigi.

Sejak si nenek disingkirkan di sudut ruangan, cucunya yang biasa bermain dengannya merekam kejadian yang menimpa neneknya itu ke dalam otaknya. Setiap acara makan malam bersama, ia selalu melihat kesedihan di wajah tua neneknya.

Suatu malam, setelah acara makan malam bersama selesai, ia mengambil sepotong kayu dan meraut kedua ujungnya. Ayahnya yang melihat hal itu lalu bertanya, "Nak, kamu sedang membuat apa?"

"Oh, aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu, seperti halnya Ayah membuatkan untuk nenek. Kalau Ayah dan Ibu sudah tua seperti nenek, aku akan meletakkan meja ini di sudut ruang makan, persis seperti nenek," jawab anak itu sembari melanjutkan pekerjaannya.

Jawaban spontan itu membuat kedua orangtuanya terkejut dan sangat terpukul. Mulut mereka terkatup rapat dan tidak mampu mengeluarkan satu kalimat pun. Mereka tidak menyangka bahwa anaknya yang baru berumur enam tahun, mampu berkata seperti itu. Bersamaan dengan itu, airmata mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, mereka mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki.

Setelah kejadian malam itu, Si Bungsu selalu memapah ibunya ke meja makan untuk bersantap dan duduk berkumpul bersama dengan anak-anaknya. Tak ada lagi omelan yang keluar dari mulut mereka pada saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak meja ternoda. Mereka makan bersama lagi di meja utama. Dan anak kecil itu, kini tak lagi meraut untuk membuat meja kayu.

Ya, anak-anak adalah pencerminan dari diri kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan.

Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak. Orangtua yang bijak, akan selalu menyadari, setiap bangunan jiwa yang disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak. Hidup ini seperti kita menyusun mozaik. Mari, susunlah mozaik dan bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk mereka lah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan.

“Jika anak dibesarkan dengan celaan, Ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, Ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, Ia belajar menjadi rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, Ia belajar untuk menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, Ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan Ia belajar menjadi percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian Ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, Ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, Ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, Ia belajar menyenangi dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan cinta, kasih sayang dan persahabatan.
Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.” ( Childern Learn What They Live oleh: Dorothy Law Nolte )

Peran orang tua sangat penting dalam perjalanan hidup anak-anaknya, karena kita, seperti diistilahkan Khalil Gibran, adalah busur. Busur yang kokoh akan mampu melesatkan anak-anak panah dalam menapaki jalan masa depannya. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini. Kita juga selalu berharap generasi yang akan datang harus lebih baik dari kita.

Semoga bermanfaat.