Beliau RA berkata tentang dakwah, Yang wajib bagi kita yaitu harus menjadi daI dan tidak harus menjadi qodli atau mufti (katakanlah wahai Muhammad SAW inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang jelas aku dan pengikutku) apakah kita ikut padanya (Rasulullah) atau tidak ikut padanya? Arti dakwah adalah memindahkan manusia dari kejelekan menuju kebaikan, dari kelalaian menuju ingat kepada Allah, dan dari keberpalingan kembali menuju kepada Allah, dan dari sifat yang buruk menuju sifat yang baik.

Thursday, November 24, 2011

Al Hikam : Hati Sumber Cahaya



Dalam tulisannya mengenai hati, Syaikh Ahmad Ibn'Athaillah mengatakan bahwa "Tempat terbitnya berbagai cahaya itu adalah hati dan rahasia-rahasianya".

Cahaya ilmu, cahaya ma'rifat dan cahaya tauhid tempat terbit dan memancarnya ada di dalam hati orang-orang yang ma'rifat dan di dalam rahasia-rahasia mereka (di dalam jiwa mereka). Cahaya-cahaya ini merupakan cahaya yang hakiki karena lebih kuat daya pancarnya daripada cahaya yang terpancar dari berbagai macam bintang.

Rasulullah saw. telah bersabda di dalam menceritakan firman Allah :
"Tidak akan memuat Aku bumi-Ku dan langit-Ku, dan bisa memuat Aku hati hamba-Ku yang beriman".

Sebagian orang-orang ma'rifat berkata : "Seandainya Allah menyingkap tempat terbit cahaya hati orang-orang yang menjadi kekasih-Nya, niscaya terlipatlah cahaya matahari dan bulan karena kuatnya cahaya hati mereka".

Asy Syadzili berkata : "Seandainya disingkap cahaya orang mukmin yang maksiat, pasti akan memenuhi seluruh langit dan bumi. Maka bagaimanakah perkiraanmu mengenai cahaya orang mukmin yang ta'at ?". Ketahuilah bahwa cahaya bulan dan matahari masih bisa terkena gerhana dan bisa terbenam. Akan tetapi cahaya hati kekasih Allah tidak mengenal adanya gerhana dan terbenam.Oleh sebab itu Syaikh Ahmad bin 'Athaillah selanjutnya berkata :
"Cahaya yang tersimpan di dalam hati sumbernya dari cahaya yang dating langsung dari berbagai gudang kegaiban".

Cahaya keyakinan yang tersimpan di dalam hati terus bertambah-tambah sinarnya yang bersumber dari cahaya yang datang dari perbendaharaan gaib.
Yaitu berupa cahaya sifat=sifat azali. Apabila Allah telah membuka sifat-sifatNya, maka bertambah-tambahlah cahaya itu yang dihasilkan dari hati para kekasih Allah. Yang demikian itu merupakan suatu petunjuk bahwa Allah telah memberi pertolongan kepada mereka.

Selanjutnya Syaikh Ahmad bin 'Athaillah berkata:

"Cahaya yang diperoleh dengan panca indera bisa membuka kepadamu akan semua keadaan yang terjadi (benda-benda di alam ini), sedang cahaya yang tersimpan di dalam hati bisa membuka kepadamu akan sifat-sifat Allah yang azali".

Cahaya itu ada dua macam, yaitu :

1. Cahaya yang diperoleh dengan panca indera dengan adanya sinar matahari. Maka cahaya ini bisa memperlihatkan barang-barang yang ada di alam raya dan bermacam-macam kedaan manusia. Cahaya ini bukan yang menjadi perhatian orang-orang ahli hakekat, melainkan hanya sebagai petunjuk adanya Allah Yang Maha Pencipta.

2. Cahaya yang tersimpan dalam hati yang disebut sebagai cahaya keyakinan. Cahaya inilah yang bisa membuka sifat-sifat Allah yang azali sehingga menjadi nyata dan terang. Dengan cahaya hati ini
benar-benar oarng menjadi ma'rifat kepada Allah.
Selanjutnya Syaikh Ahmad bin 'Athaillah berkata :
"Terkadang hati terhenti bersama-sama dengan cahaya, sebagaimana terhalangnya nafsu sebab tebalnya benda-benda (syahwat)".

Penghalang hati untuk menuju kepada Allah itu ada dua macam, yaitu :

1. Nurani, yang berupa bermacam-macam ilmu dan ma'rifat. Apabila hati berhenti padanya dan cenderung kepadanya sehingga ilmu dan ma'rifat itu dijadikan pokok tujuannya, maka dia akan terhalang untuk menuju kepada Allah.

2. Zhulmani (kegelapan), yang berupa bermacam-macam keinginan nafsu dan kebiasaan-kebiasaanya. Karena hati masih terpengaruh oleh keinginan-keinginan nafsu inilah maka dia menjadi terhalang untuk
menuju kepada Allah.

Maka hati bisa terhalang oleh berbagai macam cahaya sebagaimana nafsu bias terhalang oleh berbagai kegelapan. Sedang Allah berda di belakang itu semua.

Selanjutnya Syaikh Ahmad bin 'Athaillah berkata :

"Allah menutupi cahaya hati dengan bermacam-macam keadaan lahiriyah karena memuliakannya untuk (tidak) diberikan secara terang atau (khawatir) untuk dipanggil atasannya dengan lisan kemasyhuran".

Allah menutup hati para kekasih-Nya (para wali) sebagai rahmat-Nya kepada sekalian orang-orang yang beriman. Sebab jikalau rahasia kewalian itu terbuka kepada seseorang, pasti akan mewajibkan orang yang sudah terlahir kewaliannya.

---------------------------------------------------------------------
Syaikh Ahmad Ibn' Atahaillah dalam "Al-Hikam" Al -Ustadz Mahfudli Shaly

Rumi : Hikmah Kesengsaraan


Lihatlah buncis dalam periuk, betapa ia meloncat- loncat selama menjadi sasaran api.
Ketika direbus, ia selalu timbul ke permukaan :
merintih terus-menerus tiada henti.

"Mengapa engkau letakkan api di bawahku ?
Engkau membeliku: Mengapa kini kausiksa aku seperti ini ?"
Sang isteri memukulnya dengan penyendok
"Sekarang," katanya "jadi benar-benar matanglah kau dan jangan meloncat lari dari yang menyalakan api.

Aku merebusmu, namun bukan karena kau membangkitkan kebencianku ;
sebaliknya, inilah yang membuatmu menjadi lezat
Dan menjadi gizi serta bercampur dengan jiwa yang hidup; kesengsaraan bukanlah penghinaan
Ketika engkau masih hijau dan segar, engkau minum air di dalam kebun: air
minum itu demi api ini.

Kasih Tuhan itu lebih dahulu daripada kemurkaan-Nya, tujuannya bahwa dengan
kasih-Nya engkau dapat menderita kesengsaraan.

Kasih-Nya yang mendahului kemurkaan-Nya itu
supaya sumber penghidupan, yang ada, dapat dihasilkan;
Bahkan kemudian Tuhan Yang Maha Agung membenarkannya, berfirman, "Sekarang
engkau telah tercuci bersih dan keluarlah dari sungai."
Teruslah, wahai buncis, terebus dalam kesengsaraan sampai wujud ataupun diri
tak tersisa padamu lagi.

Jika engkau telah terputus dari taman bumi, engkau akan menjadi makanan
dalam mulut dan masuk ke kehidupan.

Jadilah gizi, energi, dan pikiran ! Engkau menjadi air bersusu : Kini
jadilah singa hutan !
Awalnya engkau tumbuh dari Sifat-sifat Tuhan;
kembalilah kepada Sifat-sifat-Nya !
Engkau menjadi bagian dari awan, matahari dan bintang-bintang ; Engkau 'kan
menjadi jiwa, perbuatan, perkataan, dan pikiran.
Kehidupan binatang muncul dari kematian tetumbuhan: maka perintah, 'bunuhlah
aku, wahai para teman setia', adalah benar.

Lantaran kemenangan menanti setelah mati, kata- kata, 'Lihatlah, karena
dibunuh aku hidup,' adalah benar."

Monday, November 21, 2011

Ilmu dan Belajar

Ilmu dan Belajar

Banyak sekali dalil atas ilmu yang terdapat di dalam Al Qur'an, diantaranya Allah telah berfirman, "niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat". (QS. AI Mujadilah : 11). Sebagaimana Ibnu Abbas pemah mengatakan bahwa sesungguhnya para ulama' mempunyai derajat-derajat diatas orang-orang mukmin sebanyak 700 derajat yang jarak antara dua derajatnya adalah perjalanan 500 tahun.
Allah S WT berfirman: "Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?". (QS. Az Zumar; 9).
Allah SWT juga berfirman : "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama". (QS. Fathir: 28) Allah SWT juga berfirman : "Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untukmanusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu ". (QS. AI Ankabut: 43)
Bersabda RasuluIIah Saw, "Para ulama adalah pewarispara Nabi". Rasulullah Saw, juga pernah bersabda, "Manusia yang paling utama adalah orang mukmin yang alim serta bermanfaat jika dibutuhkan. Jika ia tidak dibutuhkan, maka ia pun mencukupi dirinya,\ Rasulullah bersabda pala, "Imam itu telanjang, serta pakaiannya adalah taqwa, perhiasannya ialah rasa malu, serta buahnya adalah ilmu ". Rasulullah Saw telah bersabda, "Manusia yang terdekat dari derajat kenabian adalah ahlii ilmu serta ahli jihad. Adapun ahli ilmu maka disebakan ia telah menmjukkan kepada orang-orang tentang agama yang dibawa oleh para Rasui Adapun ahli jihad, maka mereka berjlhad dengan pedang-pedang mereka untuk membela agama-agama yang dibawa oleh para Rasul".
Rasulullah telah bersabda, "Orang alim itu ialah orang kepercayaan Allah dibumi-Nya"
Bersabda Rasulullah Saw, "Pada hari kiamat nanti yang akan memberi syafa 'at adalah Nabi-nabi, kemudian para ulama, lalu para syuhada ".

Berkata Fath Mushili, "Bukankah orang sakit itu bila dilarang makan dan minum serta berobat akan mati?". Orang-orang berkata "Ya”, Kemudian Fath Mushili berkata, "Begitu pula hati. Apabila ia tidak dibe hikmah serta ilmu selama tiga hari, maka ia pun ia telah berkata benar sebab hidangan hati ialah serta hikmah, serta dengan demikian ia hidup sebagaimana hidangan tubuh ialah makanan serta minuman".
Barang siapa yang hatinya sakit serta mati, sesungguhnya ia telah kehilangan ilmu, ia tidak menyadarinya, sebab kesibukan dunia telah melumpuhkan perasaannya. Jika mengungkapkan kesibukan-kesibukan itu darinya, maka ia pun telah merasakan kepedihan yang sangat serta mengalami penyesalan yang tiada akhir. Itulah makna diantara sabda Rasulullah Saw., "Manusia itu tidur (laiai), maka kalau ia mati barulah mereka bangun (sadar) ".
Adapun yang dimaksud dengan keutamaan ilmu seperti yang ditunjukkan oleh sabda Rasulullah Saw., "Sesungguhnya para malaikat telah merendahkan sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu, sebab ridla dengan apa yang dilakukannya". Rasulullah juga bersabda, "Kepergianmu untuk belajar satu bab ilmu lebih baik daripada shaiatmu sebanyak 100 rakaat".

Berkata Abu Darda Barangsiapa berpendapat bahwa bepergjan untuk belajar ilmu bukan merupakan jihad, maka iapun telah mengalami kekurangan dalam pendapat serta akalnya". Adapun keutamaan pengajaran, maka hal tersebut ditunjukkan oleh finnan SWT., yang artinya : uDan (ingatlah) ketika Allah mengambil dari orang-orang yang telah diberi Kitab (yaitu), hendaklah kamu menerangkan tentang isi kitab kepada manusia, serta jangan kamu menyembunyikannya". (QS. Ali Imron ay at 187). Rasulullah ketika membaca ayat ini juga bersabda, "Tidaklah Allah membenci ilmu kepada orang alim, melainkan Dia mengambil janji darinya sebagaimana Dia mengambil janji dari Nabi-Nabi supaya kamu menerangkannya serta tidaklah menyembunyikannya".
Rasulullah Saw. ketika mengutus Mu’az juga bersabda, "Petunjuk yang diberikan Allah kepada seseorang dengan perantaraanmu lebih baik bagimu daripada dunia dan serta segala isinya ". Umar ra. berkata, "Barang siapa yang menceritakan sebuah hadits, kemudian diamalkannya, sesungguhnya ia telah mendapat pahala seperti pahala amal tersebut".
Mengenai pengajaran serta belajar ilmu dan meriwayatkannya secara marfuk Mu'adz bin Jabal berkata, "Belajarlah ilmu, sebab mempelajari ilmu karena Allah adalah kebaikan serta menuntut ilmu adalah ibadah, pengkajrannya ialah seperti tasbih, penyelidikannya seperti jihad, pengajarannya adalah sedekah disertai pemberiannya kepada ahlinya ialah pendekatan diri kepada Allah. Ilmu adalah penghibur di kala kesepian, menjadi kawan dikala menyendiri serta menjadi petunjuk di kala senang dan susah, ia adalah pembantu serta teman yang baik danpenerang jalan ke surga".
Allah akan mengangkat derajat orang-orang dengan ilmu, kemudian menjadikan mereka dalam kebaikan seperti pimpinan dan pemberi petunjuk yang diikuti, petunjuk di dalam kebaikan, jejak mereka diikuti serta perbuatan-perbuatan mereka diamalkan.
Para malaikat ingin menghiasi mereka serta mengusap mereka dengan sayap-sayapnya. Setiap benda yang basah dan yang kering bertasbih bagi mereka serta memohon ampun bagi mereka, bahkan ikan-ikan di lautan serta binatang-binatangnya, hewan-hewan buas serta temak di darat dan dan bintang di langit. Karena ilmu menghidupkan hati serta menerangi pandangan yang gelap dan menguatkan badan yang lemah. Dengan ilmu hamba mencapai kedudukan orang-orang yang shaleh serta derajat yang tinggi. Memikirkan ilmu sama halnya puasa serta mengkaji ilmu sama dengan shalat malam. Dengan ilmu Allah ditaati serta disembah dan diEsakan. Dengan ilmu.manusia berhati-hati dalam mengamalkan agama serta memelihara hubungan. kekeluargaan. Ilmu ialah pemimpin serta amal adalat pengikutnya. Orang yang mendaapt ilmu adalah orang yang bahagia, sedangkan orang yang tidak mendapatkannya adalahorang yang sengsara.

Dari segi rasio, sudah jelas bahwa ilmu tersebut sesuatu yang utama sebab dengan ilmu manusia sampai kepada Allah SWT. serta menjadikan, dekat denganNya. ia pun mendapatkan kebahagiaan yang abadi dan kenikmatan yang kekal. Ilmu menyebabkan kemuliaan di duni dan akhirat,dunia adalah tanaman akhirat,maka orang alim dengan ilmunya menanam bagi dirinya kebahagiaan abadi dengan mendidik akhlaknya sesuai dengan tuntutan ilmu. Barangkali pula dengan pengajaran ia telah menanamkan kebahagiaan yang abadi sebab ia telah menjadi akhlaq orang-orang lain serta menyuruh kepada mereka perbuatan yang mendekatkan mereka kepada Allah SWT. "Serulah (manusia) kepada Tuhanmu dengan hikmah serta dengan pelajaran yang baik , serta bantahlah mereka dengan jalan yang baik". (QS. An Nahl: 125)
Ia menyeru orang-orang Khawas dengarf hikmat serta menyeru orang-orang awam dengan nasehat-nasehat dan para pembangkang dengan bantahan. Maka menyelamatkan dirinya dan orang lain serta inilah kesempurnaan manusia.

*disarikan dari kitab Ikhya Ulumuddin

Thursday, November 17, 2011

Hati yang Malu


Suatu hari, demikian dikisahkan, seorang lelaki mendatangi Imam Hambali (780-855). Ia lelaki yang banyak bergelimang maksiat. Tiba-tiba ia datang ke majelis pengajian Imam Hambali untuk menceritakan mimpinya.

Dalam mimpi itu, kata lelaki itu, ia merasa tengah berada dalam kerumunan manusia yang ada di hadapan Rasulullah SAW. Rasul tampak berada di tempat yang agak tinggi. Satu per satu, orang-orang mendatangi Rasul dan berkata, "Doakan saya ya Rasulullah." Rasul pun mendoakan orang-orang itu. "Akhirnya tinggal aku sendiri," kata lelaki yang menceritakan mimpinya itu. "Aku pun sangat ingin
mendatangi beliau, tapi aku malu atas berbagai maksiat yang telah kulakukan. Rasul lalu berkata,"Mengapa kau tidak datang kepadaku dan minta kudoakan?" "Wahai Rasulullah," kata lelaki itu, "Aku terhalang oleh rasa malu akibat perbuatan-perbuatan burukku di masa lalu." "Kalau engkau merasa terhalang oleh rasa malu, berdirilah dan mintalah agar aku mendoakanmu. Bukankah engkau tak pernah menghina para sahabatku," jawab Rasul dalam mimpi tersebut.

Itu hanya sebuah kisah kecil dari pergulatan panjang umat manusia meninggalkan kemaksiatan untuk hijrah ke bumi kebaikan. Perjumpaan serta dialog dengan Rasul pun hanya ada dalam mimpi, bukan dalam kenyataan. Mimpi bukanlah dasar yang kukuh untuk dijadikan pegangan, walau para pecinta sejati Rasulullah meyakini bahwa mimpi bertemu Rasulullah adalah sama dengan pertemuan yang sebenarnya, dan mimpi seperti itu hanya mungkin dialami oleh mereka yang mendapat syafaat.

Tapi Imam Hambali menghargai keterangan lelaki pendosa tersebut. Laki-laki itu punya rasa malu atas perbuatan-perbuatan buruknya. Rasa malu itu yang mencegahnya terperosok semakin dalam ke jurang kemaksiatan, dan malah mengangkatnya ke dataran kebaikan. Mimpi itu adalah jalan yang mengantarkannya menuju pertobatan dengan menemui Imam Hambali. Maka, Imam Hambali pun berkata pada lelaki itu untuk menyebarkan kisah tersebut agar memberi kemanfaatan pada orang-orang lain.

Di dalam perjalanan manusia sebagai hamba untuk mendekat pada Sang Kekasih, Allah Azza Wajalla, rasa malu baru merupakan tangga yang pertama. Masih sangat jauh dari perwujudan rasa cinta yang semestinya. Tapi, apa yang membuat kita dapat mencapai tangga ke-99 bila tangga pertama pun kita tak sanggup menapakinya? Bukankah kita tak melupakan petunjuk Rasulullah bahwa "Malu adalah sebagian dari iman."

Rasul sekalipun menggenggam rasa malu di hadapan Allah Sang Maha Penyayang. Setidaknya itu tercetus dalam kisah Mi'raj, saat Muhammad SAW menerima perintah secara langsung agar umatnya menegakkan salat. Konon, mula-mula Allah memerintahkan salat 50 kali dalam sehari. Rasulullah sempat menyanggupi, namun Rasul lain yang ditemui dalam perjalanan gaib tersebut mengingatkannya bahwa tugas itu terlalu berat bagi umat Muhammad.

Rasul pun meminta keringanan sehingga tugas diturunkan lima kali. Masih terlalu berat, Rasul meminta keringanan lagi. Demikian terus-menerus hingga kewajiban salat hanya lima kali sehari. Saat itu, Muhammad SAW diingatkan bahwa lima kali sehari masih terlampau berat. Namun, Rasul telah malu hati untuk kembali mengajukan keringanan pada Allah SWT.

Hanya Allah yang Mahatahu seberapa benar kisah tersebut, tapi kisah itu telah menunjukkan peran malu dalam kehidupan ruhaniah Rasul. Punyakah kita rasa malu karena mengabaikan salat? Malukah kita karena hanya punya sedikit tabungan kebaikan dalam kehidupan ini.

Allah menyaksikan setiap langkah kita. Maka semestinya kita malu berbuat hal yang mubazir, apalagi maksiat, di hadapan-Nya. Semestinya kita malu tak cukup beribadah kepada-Nya. Semestinya kita malu bila tidak berkerja keras menyelesaikan amanat-masing-masing.

Semestinya kita malu tidak mensyukuri nikmat, menuntut kenaikan gaji dengan mengumpat-umpat bukan dengan meningkatkan kualitas kerja sendiri. Semestinya kita malu bila menjadi atasan tak mampu mengangkat nasib bawahan, dan sebagai pemimpin gagal menyejahterakan rakyat yang kita pimpin. Lazimnya, kita hanya malu untuk urusan duniawi di hadapan manusia lain, bukan urusan kebaikan di hadapan Tuhan.

Tokoh sufi Rabi'ah Al-Adawiyah juga mengungkapkan rasa malunya. Suatu saat, ia ditanya mengapa tidak minta pertolongan materi dari sahabat-sahabatnya. Rabi'ah menjawab tenang. "Aku malu kalau harus minta materi pada Allah, padahal Dialah pemilik segala materi. Apakah aku harus minta materi pada orang yang jelas bukan pemilik materi itu."

Suatu doa acap dikumandangkan sebagai pujian di lingkungan pesantren. "Tuhanku, aku merasa tak pantas untuk mendapat surga-Mu. Tapi akupun tak sanggup menanggung azab neraka-Mu. Maka terimalah tobatku, maafkan segala dosaku. Sungguh Engkau adalah Pengampun Yang Maha Besar."

Rasa malu telah membuat seorang wali Allah memanjatkan doa itu. Tidakkah kita malu bila tak mengikuti jalan yang telah ditempuh Rasulullah dan para wali Allah untuk menuju ke haribaan-Nya.

>>(zaim uchrowi)

Wednesday, November 16, 2011

Tabaruk

Tabaruk adalah mengambil berkah, dari benda, baju, debu, air liur, airmata, keringat, atau apa saja dari tubuh shalihin atau benda yg disentuh oleh mereka.
Banyak contoh tabaruk yang diajarkan oleh Rasulullah dan diikuti oleh para sahabat. Tidak ada pertentangan soal ini beratus-ratus tahun sebelum munculnya pemahaman baru yang membidahkan dan mensyirikanya.Berikut adalah contoh tabaruk yang diajarkan para sahabat yaitu: Tabaruk dengan Air Ludah dan Air Bekas Wudu Nabi SAW, Tabaruk dengan Gelas Nabi SAW, Tabaruk dengan Mimbar Nabi SAW, Tabaruk dengan Uang Pemberian Nabi SAW, Tabaruk dengan Tongkat Nabi SAW, Tabaruk dengan Baju Nabi SAW

1. Tabaruk dengan Air Ludah dan Air Bekas Wudu Nabi saw.
Kita pun mendapati banyak hadis yang bertutur lentang tabaruk dengan air ludah dan air bekas wudu Nabi saw. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa para sahabat akan berebut untuk mendapatkan air bekas wudu Nabi saw., yang kemudian dibasuhkan ke wajah mereka. Al-Nawawi berkata, "Dalam riwayat ini terdapat dalil bagi mencari keberkahan melalui benda-benda peninggalan para wali—fihi al-tabarruk bi atsar al-shalihin." Nabi saw. pernah menyembuhkan orang sakit dengan air ludahnya yang dicampurkan dengan tanah dan dibacakan, "Bis-millah, debu tanah kami dengan ludah salah seorang dari kami akan menyembuhkan orang yang sakit di antara kami dengan izin Tuhan kami."
Mengenai hadis ini, Ibn Hajar menulis:
Ucapan Nabi saw. "dengan ludah salah seorang dari kami" menunjukkan bahwa beiiau akan meludah ketika membaca doa perlindungan {ruqyah). Al-Nawawi berkata dalam Syarh Shahih. Muslim, "Arti hadis itu adalah bahwa Nabi saw. meletakkan sebagian air ludahnya ke jari telunjuknya, meletakkannya ke tanah, mencampurnya, lalu dipergunakan untuk membasuh bagian tubuh yang sakit atau luka, seraya mengucapkan hadis itu." Al-Qurthubi berkata, "Hadis itu menunjukkan kebolehan menggunakan doa
perlindungan terhadap segata macam pcnyakit, dan menunjukkan bahwa hal ini dikenal luas di antara mereka." la juga bcrkata,
"Nabi saw. melelakkan jarinya di tanah dan mengambil tanah dengan jarinya itu menunjukkan bahwa Nabi saw. mcmang meniatkan hal itu, ditambah lagi kctika beliau mcmbaca doa perlindungan, Ini tentunya termasuk dalam bagian mencari keberkahan (tabaruk) melalui Nama-Nama Allah dan melalui peninggalan Nabi saw bagi kita."

Ibn Hajar menyimpulkan, Doa Perlindungan (ruqa") dan azimat (azA'im) memiliki pengaruh yang sangal besar, sifat sejati dari sesuatu yang menakjubkan pikiran.
Menurut al-Bukhari, Abu Dawud, Ahmad, dan al-Baiha-qi, Nabi saw. memerintahkan setiap orang uniuk membawa anak-anak bayinya kepadanya. Beliau akan membacakan kepada mereka, seraya meniup dan meludah (nafh dan thifl) ke dalam mulut mereka. Beliau memerintahkan ibu anak-anak itu untuk tidak menyusui mereka hingga malam hari. Beliau melakukan hal serupa di Mekah. Diriwayatkan dengan sanad yang sahih bahwa ada lebih dari 100 orang dari kalangan Ansar dan Muhajirin yang menerima keberkahan khusus ini. Nama-nama mereka tercantum dalam buku-buku biografi besar.

2. Tabaruk dengan Gelas Nabi SAW
Benda lain yang dijadikan objek tabaruk adalah gelas peninggalan Nabi saw. Hajjaj ibn Hassan berkata, "Ketika kami berada di rumah Anas, tuan rumah mengeluarkan gelas Nabi saw. dari sebuah kantong berwarna hitam. la memerintahkan agar gelas itu diisi air dan kami minum darinya serta menyiramkan sisanya ke kepala dan wajah kami lalu membaca salawat kepada Nabi saw.""
Ashim berkata, "Aku melihat gelas itu dan minum darinya."

3.Tabaruk dengan Mimbar Nabi SAW
Benda berikutnya adalah mimbar Nabi saw. Diriwayatkan bahwa Ibn Umar pernah menyentuh kursi mimbar Nabi saw. dan kemudian mengusap wajahnya untuk mencari keberkahan."
Dari Abu Hurairah, Jabir, Abu Imamah, dan Malik bahwa Nabi SAW menetapkan sunah hukumnya untuk bersumpah demi kebenaran dari mimbarnya ilu. Ibn Hajar berkata, "Dan di Mekah, orang akan bersumpah di antara sudut Yamani dan Maqam Ibrahim (maqam Ibrahim)

4.Tabaruk dengan Uang Pemberian Nabi SAW
Uang yang pernah diberikan Nabi saw. juga menjadi media tabaruk sebagaimana diriwayatkan dari Jabir bahwa ia menjual seekor unta kepada Nabi saw. dan Nabi saw. memerintahkan Bilal untuk menambah satu qirath (1/12 dirham) atas harga jual yang disepakati. Jabir berkata, "Uang tambahan Nabi saw. itu tak akan pernah meninggalkan diriku." Ia tetap menyimpan uang tambahan tersebut.

5. Tabaruk dengan Tongkat Nabi SAW
Benda yang lainnya adalah tongkat Nabi saw. Diriwayatkan bah¬wa ketika Abdullah ibn Anis kembali dari sebuah peperangan dan berhasil membunuh Khalid ibn Sufyan ibn Nabih, Nabi SAW memberinya tongkat beliau seraya bersabda, "Tongkat ini akan menjadi tanda antara kau dan aku di Hari Kiamat." Sejak saat itu ia tak pernah berpisah dari tongkat itu, yang kemudian dikuburkan bersamanya ketika ia wafat.
Qadhi Iyadh meriwayatkan bahwa setelah Jihjah al-Ghifari mengambil tongkat Nabi saw. dari tangan Utsman dan mencoba mematahkannya dengan lututnya, tiba-tiba lututnya itu diserang penyakit yang kemudian mengakibatkan kakinya mesti dipotong. Ia wafat pada tahun itu juga.

6.Tabaruk dengan Baju Nabi SAW.
Benda peninggalan Nabi yang lainnya adalah baju bcliau. Diriwayatkan dari Jabir bahwa ia berkata, "Nabi SAW datang setelah Abdullah ibn Ubay dileTakkan di dalam kuburnya. Beliau memerintahkan agar ia dikeluarkan kembali. Kemudian beliau meletak-kan tangannya di lutut Abdullah, menyemburkan (nafli) napas bercampur ludah, dan memakaikan baju beliau kepadanya."

Dari Sahl bin Sa'ad RA mengenai kisah pakaian burdah yang dimintanya dari Nabi SAW. Saat itu sahabat-saha-batnya mengecamnya lantaran meminta pakaian burdah tersebut kepada Nabi SAW padahal beliau masih memakai-nya. Sahl bin Sa'ad RA mengatakan, "Aku memintanya kepada beliau hanya agar dijadikan sebagai kafanku." Dalam riwayat lain, "Aku berharap keberkahan-nya karena Nabi SAW telah mengena-kannya, semoga aku dapat dikafani dengannya." Hadits Sahl ini disampaikan oleh Al-Bukhari (1218).

Pada riwayat keduanya juga terdapat hadits ini (5689), dari Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq, dia mengatakan, "Ini adalah jubah Rasulullah SAW. Asma' mengeluarkan jubah Thayalisi Kisrawani kepadaku dan mengatakan, 'Dulu ini berada di tempat Aisyah. Begitu Aisyah wafat, jubah ini beralih kepadaku. Dulu Nabi SAW mengenakannya. Kami membasuhkannya untuk orang-orang yang sakit dengan berharap kesembuhan lantaran jubah beliau ini'." - HR Muslim(2069).

Syafaat, Tawasul dan Tabaruk: Syeikh Hisyam Kabbani

Tuesday, November 8, 2011

Refleksi Maulid Nabi:Kami Mencintaimu, Ya Rasulullah...


Ujian yang sebenarnya dari cinta kepada Rasulullah SAW adalah sejauh mana kedekatan seseorang dengan ajaran-ajarannya, kepeduliannya terhadap ajaran-ajaran itu, serta perhatiannya akan sunnahnya.

Cinta kepada Rasulullah SAW adalah ukuran keimanan. Barang siapa ingin menguji kadar keimanan, hendaklah ia merasakan seberapa besar kecintaannya kepada Nabi Besar Muhammad SAW, junjungan kita. Apakah ia mencintai dengan cinta sejati dan sempurna? Apakah ia mencintainya lebih daripada cinta kepada harta? Melebihi cinta kepada putranya, bahkan lebih dari cinta kepada dirinya sendiri?

Ketika mencintainya, seorang insan mukmin akan tenteram dan tenang, karena telah sempurna imannya. Ia akan selalu memuji Allah SWT, yang telah memuliakannya dengan nikmat Islam. Kita pun memuji Allah, yang telah memuliakan kita dengan karunia ini dan telah mengistimewakan kita dengan manusia terbaik yang pernah ada. Dia telah mengutus bagi kita makhluk yang termulia di sisi-Nya. Dialah pemimpin para rasul, seorang yang jujur, pemberi petunjuk, dan seorang yang terpercaya, penutup para nabi dan rasul semuanya.

Dialah yang terbaik ajarannya dan selalu benar ucapannya, hamba yang paling jujur yang menyatakan kebenaran dan mengungkapkannya secara terang-terangan. Dialah yang termulia di antara para penyeru kebenaran, seorang hamba pilihan yang benar dan yang dibenarkan. Dialah orang yang berakhlaq dermawan dan selalu menunaikan janji.
Allah SWT berfirman, “Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami. Dia sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang beriman.” – QS At-Tawbah (9): 128.

Dialah Rasulullah SAW, rahmat yang menjadi anugerah. Dia telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, memberikan nasihat kepada umat. Dia berjihad di jalan Allah hingga ajal datang menjemput. Dia tidak pernah berbicara kecuali hal itu benar, dan dia tidak pernah melakukan kecuali kebaikan. Akhlaqnya indah disertai kharisma yang berwibawa dan perangai yang menyantuni. Dialah rahmat yang dihadiahkan kepada umat ini. “Dan tidaklah Kami mengutus engkau, Muhammad, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” – QS Al-Anbiya’ (21): 108.

Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, atas nikmat yang agung ini. Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga perkara yang apabila ada pada seseorang niscaya dengannya ia akan merasakan manisnya iman. Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada selain keduanya, dan dia mencintai seseorang hanya karena Allah, serta dia benci kembali kepada kekufuran sesudah Allah menyelamatkannya dari kufurnya, sebagaimana ia benci apabila dihempaskan ke neraka.” (HR Al-Bukhari-Muslim).

Rasulullah SAW juga bersabda, “Rasa iman akan didapati oleh orang yang ridha, bahwa Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai nabi dan rasulnya.” (HR Muslim).

Musuh pun Mengakui
Tidak diragukan lagi, di antara kewajiban umat Islam adalah menjunjung tinggi sirah Nabi yang mulia. Anugerah yang paling agung yang Allah limpahkan untuk umat ini adalah bahwa Dia mengutus kepada kita penutup para nabi dan rasul yang memiliki kedudukan agung dan Allah menyaksikan baginya bahwa ia benar-benar berakhlaq yang luhur. “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berakhlaq yang luhur.” – QS Al-Qalam (68): 4.

Sejak periode awal, umat Islam terdahulu sangat menghormati sirah dan keutamaan perangai-perangai beliau, menjadikan kehidupan dan perilakunya sebagai pelita penerang jalan. Generasi demi generasi memberikan perhatian yang penuh untuk membukukan sirah ini, baik berupa ucapan, sikap, maupun perbuatan yang dapat dipastikan sumbernya dari beliau. Agar tercipta catatan otentik dan paling shahih tentang beliau, sirah seorang nabi utusan Allah SWT.

Kini sirah Rasulullah SAW telah sampai kepada kita melalui metode ilmiah yang benar dan paling kuat yang tidak menyisakan ruang sedikit pun bagi keraguan, mencatat semua peristiwa kejadian yang berhubungan dengan beliau. Yakni sirah Nabawiyah. Darinya dengan mudah kita mengetahui apa-apa yang ditambahkan belakangan ini, berupa peristiwa, mu’jizat, atau kejadian, yang dilakukan orang bodoh yang mempunyai kecenderungan menambah-nambahkan peristiwa yang mencengangkan tentang Rasulullah SAW agar kedudukan beliau tampak lebih mulia, risalahnya bertambah suci, dan sirahnya semakin agung.

Keistimewaan terpenting dari sirah Rasulullah SAW adalah bahwa ia begitu jelas, teliti, dan terpercaya dalam semua tahap dan fasenya yang berbeda. Beberapa orientalis yang obyektif mengomentari sirah Rasulullah SAW sebagai sirah seorang rasul atau pembesar yang teliti. Ringkasan pernyataan mereka, Muhammad SAW adalah satu-satunya orang yang dilahirkan di bawah sinar matahari. Ini adalah suatu kinayah untuk menunjukkan ketelitian, keshahihan, dan kecocokan apa yang tertulis dengan segala yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Di antara keistimewaan sirah beliau, sirah itu hadir hadir sebagai pembenar bagi risalahnya, memberikan dalil atas kebenaran risalahnya, dan menunjukkan bahwa Allah telah mengutusnya dengan kebenaran yang tidak bisa diubah, baik dengan cara menambahkan sesuatu ke dalamnya maupun mengurangi apa yang ada di dalamnya.

Sirah beliau adalah sirah yang jelas dan sempurna mengenai seorang manusia sempurna yang menyeru kepada Allah SWT dan berjihad kepada Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya, dengan cara yang wajar dan lumrah.

Beliau menyeru kaumnya bersatu, tetapi mereka memusuhinya dan memeranginya.

Ketika terpaksa berperang, beliau pun berperang, dan Allah menolongnya sehingga beliau dapat melanjutkan dakwahnya dan meraih kemenangan.

Kemudian Islam tersebar ke seluruh dunia dengan kalimah thayyibah, nasihat yang bagus dan debat dengan cara yang santun, sehingga beliau mengeluarkan manusia dari kegelapan dan kekotoran syirik menuju cahaya tauhid kepada Allah, Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.

Sirah Nabi tetap harum dan suci, tak dapat dikotori oleh seorang pun, selamanya. Walaupun tidak sedikit yang mendiskreditkan akhlaq mulia dan perilakunya yang agung, meskipun musuh-musuh Islam selalu mencari kesempatan, mendengki, dan iri terhadap beliau.

Sirah Nabi begitu jelas dan nyata. Semuanya benar, seluruhnya jujur, jelas di hadapan para musuhnya sebelum di hadapan para sahabatnya. Mereka mengenal kejujurannya, kehormatannya, kemuliaannya, keunggulan akalnya, dan amanahnya, sehingga tidak ada alasan untuk mereka menuduh beliau sebagai pendusta, orang gila, pengkhianat, maupun tukang sihir.

Seandainya di dalam kehidupan beliau terdapat sesuatu yang tidak bagus, niscaya hal itu akan dimanfaatkan oleh pemuka kafir Quraisy. Tetapi sulit bagi mereka untuk menuduh beliau, karena mereka telah mengetahui bahwa beliau adalah seorang yang terpercaya.

Pada suatu hari mereka berkumpul di tempat pertemuan untuk bermusyawarah mengenai masalah Rasulullah, lalu majulah ke hadapan mereka An-Nadhr ibn Al-Harits, seorang yang cerdik, memiliki kedudukan, serta mempunyai pengetahuan tentang perkara-perkara yang pelik. Kemudian ia berbicara kepada kaum Quraisy, “Wahai kaum Quraisy, sungguh kalian telah dibuat lelah oleh perkara Muhammad dan kalian tak mampu mengatasi masalah ini.”

Kemudian ia melanjutkan pembicaraan, “Muhammad telah tumbuh di tengah-tengah kalian sehingga menjadi tokoh. Dahulu dia seorang yang paling kalian cintai dan kalian anggap paling jujur sehingga kalian menganggapnya sebagai seorang terpercaya. Tetapi setelah dia tua dan menyatakan dakwahnya, kalian mengatakan bahwa dia seorang tukang sihir, dukun, penyair gila. Demi Allah, aku telah mendengar perkataannya dan kalian pun telah mendengarnya. Tidak ada padanya sesuatu pun sebagaimana yang kalian sebutkan.”

Berakhlaq Al-Quran
Agar kita merasakan cinta kepada Rasulullah SAW dan menjadikannya sebagai teladan, kita mesti mengenal kehidupan dan sirahnya, karena itu merupakan contoh faktual dan hakiki.

Akhlaq Rasulullah SAW adalah Al-Quran, beliaulah yang menerapkan Al-Quran sebagaimana yang datang dari Allah SWT dan yang dikehendaki-Nya. Siapa saja yang mencintai Al-Quran, ia mesti mncintai sirah Rasulullah SAW, karena Al-Quran merupakan akhlaq beliau, sebagaimana shalawat terhadap beliau merupakan rahmat yang agung, nikmat yang besar, dan keutamaan yang besar dari Allah, Yang Mahatinggi lagi Maha Berkuasa.

Karena itu penting bagi kita memperhatikan sirah rasul mulia ini yang dilahirkan pada satu suku Arab termulia, pada nasab terhormat di antara mereka, pada kabilah teragung dari kabilah-kabilah mereka dan yang paling tinggi kedudukan dan derjatnya. Al-Abbas meriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menciptakan makhluk-makhluk-Nya lalu menjadikan aku dari kelompok yang terbaik dan yang terbaik di antara dua kelompok. Kemudian dia memilih kabilah-kabilah lalu menjadikan aku dari kabilah yang terbaik. Lalu Dia memilih rumpun-rumpun lalu menjadikan aku dari rumpun yang terbaik. Maka aku adalah yang terbaik di antara mereka, baik diri maupun asal-usul.” (HR At-Turmudzi).

Rasulullah SAW datang sebagai penutup bagi semua risalah samawi, jadi beliau adalah penutup para nabi dan rasul. Beliau telah diangkat menjadi nabi ketika Adam masih berupa tanah. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku hamba Allah yang merupakan penutup para nabi ketika Adam masih berupa tanah.” (HR Ahmad Al-Hakim dan Ibn Hibban).

Demikian pula hadits Abu Hurairah RA, ia mengatakan, para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kapan kenabian ditetapkan bagimu?”

Beliau menjawab, “Ketika Adam masih berada di antara jasad dan ruh.” (HR At-Turmudzi dan Al-Hakim).
Ahlulkitab mengetahui hal tersebut dan mengetahui bahwa beliau adalah utusan Allah SWT yang akan diutus oleh-Nya, tetapi mereka mengingkari kebenaran, padahal mereka mengenal dan meyakininya. Allah SWT mengatakan ihwal mereka dalam masalah ini, “Sedangkan sebelumnya mereka memohon kedatangan Nabi untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, ternyata setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu mereka mengingkarinya.” – QS Al-Baqarah (2): 89.

Allah SWT juga berfirman, “Orang-orang yang telah Kami beri kitab Taurat dan Injil mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Sungguh sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahuinya.” – QS Al-Baqarah (2): 146.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar disebutkan, ketika ia ditanya ihwal informasi mengenai Rasulullah SAW yang terdapat dalam Taurat, ia mengatakan, “Ya, demi Allah, beliau diterangkan di dalam Taurat dengan sebagian keterangan yang terdapat dalam Al-Quran, wahai Nabi, sesungguhnya kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar gembira, dan pemberi peringatan serta pelindung bagi kaum yang ummi. Engkau adalah hamba-Ku dan Rasul-Ku. Aku menamaimu Al-Mutawakkil (yang bertawakal), yang tidak kasar, tidak kejam, tidak berteriak-teriak di pasar, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan memaafkan dan mengampuni. Dan Allah tidak mewafatkannya sampai Dia meluruskan dengannya agama yang bengkok, yaitu dengan mereka mengucapkan ‘Tiada Tuhan selain Allah’. Dengan kalimat itu ia membukakan mata yang buta, telinga yang tuli, dan hati yang tertutup.”

Insan yang Sempurna
Sirah Rasulullah SAW adalah sirah yang paling lengkap, menyeluruh, bahkan paling sempurna. Dengan anugerah Allah ia hadir dalam bentuk yang paling shahih dan otentik, dalam sanad maupun dalam riwayat yang tak terdapat pada sirah mana pun.

Umat Islam telah memberikan perhatian luar biasa terhadap sirah Nabi SAW dengan mencatat, meneliti, dan mendokumentasikannya. Mereka juga memberikan perhatian penuh untuk menyebarluaskannya. Mereka menghormatinya dengan membaca, merenungkan, mengkaji, dan memahaminya agar menjadi pelita yang menerangi jalan di hadapan mereka. Hal yang sama mereka lakukan terhadap sirah ahlul bayt-nya yang suci, para khalifahnya yang mendapatkan petunjuk, para shahabahnya yang mulia dan para tabi’in yang mengikuti jejak mereka dengan kebajikan hingga hari Kiamat.

Mereka telah melakukan itu dan terus melakukannya karena ia merupakan sirah yang sempurna. Sejak pernikahan ayahnya dengan ibunya, bahkan sebelum itu, sejak Rasulullah lahir sampai wafat. Demikianlah sirah Rasulullah SAW hadir dengan sangat jelas dalam semua tahapnya dan sangat otentik.

Kehidupan seseorang tidak dapat menjadi teladan yang patut diikuti kecuali jika ia diketahui oleh manusia dalam setiap tahapnya. Kehidupan Rasulullah SAW sejak lahirnya sampai saat wafatnya diketahui oleh orang-orang yang semasa dengan beliau. Sirah telah memeliharanya untuk orang-orang sesudah mereka. Semasa hidupnya beliau tidak pernah terhalang dari pandangan kaumnya.

Semua keadaan beliau dan fase kehidupannya semuanya jelas diketahui secara terperinci. Sirah mencatat kesibukannya berniaga dan pesta pernikahannya. Orang-orang pun tahu perangainya dan loyalitasnya dalam bermasarakat sebelum kenabiannya. Mereka berhubungan dengannya kemudian mengangkatnya sebagai seorang yang terpercaya (al-amin) dan memintanya sebagai penengah dalam sengketa peletakan Hajar Aswad di tempatnya di Ka’bah.

Mereka juga tahu keadaannya ketika Allah membuatnya senang berkhalwat di Gua Hira. Lalu mereka pun tahu keadaannya ketika turun wahyu kepadanya dari Tuhan sekalian alam dan ketika agama Islam muncul pertama kalinya di mana beliau menyeru manusia ke dalamnya dan menyampaikan apa yang diturunkan kepadanya.

Sirah meliput bagaimana kaumnya melawan dan menentangnya. Apakah luput dari sirah kerja keras dan penderitaan beliau dalam menyebarkan Islam? Juga apakah sirah tidak mencatat bagaimana sambutan penduduk Thaif ketika beliau melarang mereka menyembah berhala dan meminta mereka untuk menyembah Allah semata?

Apakah sirah lupa ketika beliau memberi tahu kepada penduduk Makkah, yang waktu itu kebanyakan kafir, tentang perjalanan Isra dan Mi’raj beliau? Lalu apakah sirah tidak mengetahui ihwal hijrahnya dan bersama siapa beliau hijrah? Juga perang apa yang beliau ikuti serta faktor-faktor apa yang menyebabkan perang itu? Juga bagaimana sikapnya terhadap perdamaian apabila berdamai? Juga terhadap perjanjian-perjanjian jika beliau membuat perjanjian?

Mereka yang mengkaji sirah Nabawiah mengetahui betapa besar perjuangan beliau di jalan kebenaran dan upaya yang beliau sampaikan tentang dakwah Islam lalu Allah menyempurnakan agamanya bagi manusia sampai beliau menunaikan haji wada’ dan Allah mewafatkannya.

Apakah ada di antara hal-hal tersebut yang tak diketahui oleh sirah? Apakah hal-hal yang berhubungan dengan Rasul yang agung ini dan risalahnya ada yang dihalangi oleh tirai penutup? Sungguh setiap perincian kehidupan beliau telah tercatat, termasuk kehidupan sehari-harinya, seperti berdirinya, duduk dan bangunnya dari tidur, serta keadaannya saat tersenyum. Lalu bagaimana ibadahnya di malam hari dan siang hari? Bagaimana beliau makan, minum, dan berpakaian. Warna dan wewangian yang beliau sukai. Bagaimana sikap dan perlakuan beliau terhadap keluarganya. Juga perincian-perincian dalam bersuci dan mandinya sampai pada jasadnya yang suci. Semua terlukis dengan sempurna sehingga seolah-olah Anda melihatnya.

Para Pecinta Rasulullah
Orang-orang yang mencintai Rasulullah SAW pasti beruntung dan pasti mendapatkan kemenangan, mereka berada dalam kelompok orang beriman dan masuk surga dan Allah akan memberi nikmat kepada mereka. Orang-orang yang mencintai Rasulullah SAW pasti membenarkannya, membantunya, menemaninya, mencintainya, mempercayainya, dan berkata benar bersamanya. Orang-orang yang mencintai Rasulullah SAW mempersembahkan diri mereka untuk membela diri beliau. Mereka mencintai lebih dari mencintai harta, anak-anak, bahkan diri mereka sendiri. Mereka mengharapkan anugerah dan keridhaan Allah serta mengharapkan keselamatan Nabi, yang mulia.

Rasulullah SAW telah memberi kabar gembira bahwa mereka akan bersamanya kelak di surga. Dan setiap yang telah dan terus mencintai beliau sampai hari Kiamat akan bersamanya. “Setiap insan akan selalu bersama orang yang dicintainya.” (HR At-Turmudzi dan Abu Dawud).

Barang siapa menaati Rasul (Muhammad), sesungguhnya ia telah menaati Allah.” – QS An-Nisa (4): 80.

“Katakanlah (Muhammad), jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampunimu atas dosa-dosamu.” – QS Ali Imran (3): 3. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mencintai sunnahku, berarti ia benar-benar mencintaiku.” (HR Abu Ya’la dan Al-Baihaqi). Itu adalah kecintaan yang melebihi segala kecintaan dan mengangkatnya ke puncak keimanan.

Allah SWT juga menetapkan metode yang benar bagi seorang muslim sejati, yaitu bahwa barang siapa benar-benar mengikuti Nabi yang mulia dan bahwa keinginannya mengikuti apa yang dibawa Nabi SAW, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Rasulullah bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian hingga keinginannya mengikuti apa yang aku bawa.” (HR Abu Ya’la).

Para sahabat, orang-orang yang sangat mencintai Rasulullah SAW, adalah orang-orang yang beruntung. Mereka menjadikan sirah beliau sebagai rambu-rambu dan pelita yang menerangi jalan di depan mereka. Menyadari betapa pentingnya meneladani beliau, mereka pun mengikutinya dalam segala masalah, besar ataupun kecil. Mereka menimba ilmu, menikmati, dan berlindung di bawah keteladanan beliau.

Orang-orang mencintai Muhammad bin Abdullah karena ia memiliki sifat santun, sabar, lapang dada, dan pemaaf di saat mampu untuk membalas, dan karena Allah telah menempatkan pada jiwa orang-orang mukmin perasaan cinta terhadap beliau dan menjadikan insan pilihan Allah serta memiliki akhlaq yang agung.

Dikisahkan, suatu ketika Ghauras ibn Al-Harits sengaja menyerang Rasulullah SAW saat beliau tertidur sejenak di bawah pohon. Ketika beliau terbangun, Ghauras telah berdiri dengan memegang pedang yang telah ditempelkan di atas kepala beliau seraya bertanya, “Siapa yang dapat mencegahmu dari aku?”

Beliau menjawab dengan tenang dan penuh iman dan lisan yang jujur, “Allah.”
Seketika itu jatuhlah pedang dari genggaman Ghauras.

Lalu Rasulullah SAW megambil pedang itu dan berkata, “Siapa yang dapat mencegahmu dariku?”
Ghauras menjawab, “Jadilah engkau sebaik-baik orang yang membalas.”

Beliau memaafkan Ghauras dan meninggalkannya.

Lalu hati Ghauras menjadi dekat Islam setelah sebelumnya tidak senang. Bahkan ia kemudian menjadi aktivis dakwah. Ia pergi menjumpai kaumnya untuk membuat mereka cinta kepada Muhammad dan Islam. Ghauras berkata kepada mereka, “Aku datang kepada kalian dari tempat manusia terbaik.”

Sifat pemaaf adalah salah satu sifat yang menghimpunkan hati manusia untuk mencintai Rasulullah SAW dan melembutkan jiwa mereka serta membuatnya mencintai beliau sampai pada tingkat di mana mereka siap untuk mengorbankan jiwanya.

Hindun ibn Abu Halah, anak tiri Rasulullah SAW, berkata ketika menggambarkan beliau. “Sesungguhnya di antara sifat pertama Muhammad bin Abdullah adalah selalu menyimpan lisannya sehingga beliau tidak menggunakannya kecuali untuk kebaikan. Dan beliau tidak pernah menganjurkan hal yang tidak baik, beliau bertutur yang berfaedah. Hal itulah yang melembutkan hati, mendekatkan jiwa. Beliau menganjurkan untuk memberikan hak kepada orang yang memiliki. Beliau tidak pernah berdebat, tidak mencaci seseorang, tidak banyak berbicara, karena khawatir salah ucap, tidak mau mencela kehormatan, dan tidak suka memotong pembicaraan hingga orang yang berbicara selesai dengan keperluannya.”

Di antara akhlaq Rasulullah SAW yang memiliki pengaruh sangat besar dalam dakwah Islam, beliau selalu mempersatukan para sahabatnya dan membagi-bagikan cintanya di antara mereka. Beliau tidak pernah mencaci seseorang, bagaimana pun sebabnya. Sepanjang hayat, beliau mencegah dirinya dari mencaci. Jika berbicara, beliau hanya menyatakan yang benar

Abu Hurairah menggambarkan Rasulullah dengan mengatakan, “Beliau menghadap dengan seluruh tubuhnya dan berbalik dengan seluruh tubuhnya. Beliau tidak pernah berbuat keji, tidak pernah berkata kotor atau berteriak-teriak.”

Bagaimana Mencintai Rasulullah
Setiap muslim pasti tahu, mencintai Allah SWT dan mencintai Rasulullah SAW adalah pokok keimanan. Tetapi bagaimana mencintai Allah dan Rasul-Nya itu? Dari mana memulainya? Apa dimensi-dimensi dari cinta kepada Allah dan Rasul-Nya?

Al-Quran telah mengajarkan kepada kita dengan jelas bahwa mencintai Allah terkait dan terarah dengan mengikuti Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman, “Katakanlah (hai Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu’.” – QS Ali Imran (3): 31.

Mencintai Rasulullah SAW terkait dengan berjalan di atas petunjuknya dan ber- ittiba’ (mengikuti) tanpa disertai kekurangan ataupun hal yang berlebihan dan tidak pula dicampuri bid’ah-bid’ah ataupun kesesatan-kesesatan. Yakni ittiba’ yang mengikuti jejaknya yang membuat iman sempurna dengannya, yang membuat jiwa senantiasa merasakan kecintaan, kerinduan, dan kedekatan dengan Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintai olehnya daipada hartanya, anaknya, dirinya, dan semua manusia.” (HR Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i).

Ujian yang sebenarnya dari cinta kepada Rasulullah SAW adalah sejauh mana kedekatan seseorang dengan ajaran-ajarannya, kepeduliannya terhadap ajaran-ajaran itu, serta perhatiannya akan sunnahnya. Rasulullah SAW telah meninggalkan kepada kita ajaran yang terang benderang. Tidak berpaling darinya melainkan orang yang binasa. Karena itu menjadi kewajiban kita untuk memegang erat-erat ajaran agama ini, memiliki kepedulian terhadap Al-Quran dengan membacanya, merenungkannya, dan memahami masalah agama yang terdapat di dalamnya, mempertautkan diri dengan sirah Nabi yang mulia, dan menimba dari sumbernya yang segar.

Menjadi keharusan atas diri kita untuk memahami wajibnya mencintai Allah dan Rasul-Nya, bahwa hal itu dimulai dengan mengikuti beliau. Cinta kepada Allah dan Rasulullah mesti menjadi kesibukan utama dan puncak cita-cita seorang muslim.

Tidak diragukan lagi, seseorang tidak dapat merasakan manisnya iman kecuali bila ia mencintai Allah dan Rasulullah lebih dari segala-galanya. Ia mencintai sesuatu hanya di jalan Allah, dan apabila membenci sesuatu mesti karena Allah, dan yang diharapkan hanya keridhaan Allah.

Segala puji bagi Allah, yang telah menjadikan kita tergolong umat Islam, telah memuliakan kita dengan pemimpin para rasul, dan telah membuat kita cinta kepada penutup para nabi, keluarganya yang mulia dan suci, para sahabatnya yang baik, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebajikan sampai hari Kiamat. Kita memohon kepada Allah SWT agar Dia mengumpulkan kita bersama mereka semua.

Sumber: Al Kisah: Buku Kupertaruhkan Segalanya demi Engkau Ya Rasulullah, karya Dr. Mohammad Abdo Yamani

Monday, November 7, 2011

Al Hikam : Kosongkanlah Hati dari Pengaruh Makhluk

Al Hikam : Kosongkanlah Hati dari Pengaruh Makhluk

Apabila kita bermaksud supaya hati kita dapat masuk ke dalamnya cahaya-cahaya Ilahi, cahaya-cahaya Al-Ihsan dan teranglah hati dengannya untuk dapat menangkap ilmu-ilmu ketuhanan dan sebagian rahasia alam makhluk ini, maka tidak ada jalan lain selain apa yang telah diungkapkan oleh Maulana Ibnu Athaillah Askandary dalam Kalam Hikmahnya sebagai berikut:

"Kosongkanlah hati anda dari segala sesuatu selain Allah, niscaya Dia akan memenuhi hati anda itu dengan ilmu-ilmu makrifat (ilmu mengenal Allah dan rahasia-rahasia alam) ketuhanan."

Kalam Hikmah ini kejel;asannya sebagai berikut:

I. Kita diperbolehkan Allah bahkan dianjurkan olehNya menguasai dan memiliki alam ini sebanyak-banyaknya menurut pandangan lahiriah, walaupun pada hakikatnya semua itu adalah milik Allah s.w.t. dan Dia adalah penguasa, pemilik tunggal dan Maha Esa atas semuanya itu. Hal kedaan itu adalah menurut pandangan "syari'at". Sedangkan menurut pandangan "hakikat", di samping yang tadi, juga hati kita tidak boleh dipenuhi oleh alam makhluk ini, tidak boleh dipengaruhi hati kita oleh harta kekayaan kita, oleh pangkat kita, oleh isteri dan anak-anak kita dan lain-lain sebagainya. Tetapi yang boleh bahkan yang harus mempengaruhi hati kita ialah Allah s.w.t. atau dengan kata lain ialah agama kita yakni agama Islam. Selain daripada Allah, apakah itu alam atas, atau alam bawah, alam dunia, alam akhirat, alam hissy (yang dapat dijangkau pancaindera) ataupun alam maknawi (yang bukan hissy), tidak boleh mempengaruhi hati kita.
Apabila hati kita telah kosong dari pengaruh-pengaruh alam mayapada ini sehingga tidak ada dalam hati kita selain hanya "cinta pada Allah s.w.t.", barulah Allah mengisi hati kita bahkan memenuhi hati kita dengan ilmu makrifatNya sehingga hilanglah dari kita segala macam keraguan, naik kepada tingkat yakin terhadapNya dan apa-apa yang diciptakan dan yang telah ditentukan olehNya. Pada waktu itu berkumpulah dalam hati kita "Anwar Al-Malakut" dan "Asrar Al-Jabarut".
Anwar Al-Malakut artinya cahaya-cahaya alam malakut. Yakni alam bathin atau alam ghaib yang berhubungan dengan arwah dan jiwa manusia. Sedangkan yang dimaksudkan dengan "Asrar Al-Jabarut", ialah alam pertengahan yakni alam barzakh (alam kubur) dan alam-alam mahsyar. Jabarut artinya kekusaan danpaksaan. Sedangkan dalam alam barzakh dan mahsyar, segala sesuatu di dalamnya adalah menurut apa yang telah ditetapkan Allah dan tidak boleh dibantah oleh sesiapa pun, meskipun Rasul-rasulNya, semuanya lemah menghadapi apa yang terjadi.

II. Kalau sudah berkumpul dalam hati kita Anwar Al-Malakut dan Asrar Al-Jabarut, maka terbukalah segala-galanya ini, sebab segala sesuatu sudah beserta Allah, dengan Allah, dari Allah, kepada Allah, atas Allah, dalam Allah dan tida ada daya dan kekuatan melainkan dengan Allah (Laa haula walaa quwwata illa billaahil-'aliyyil 'azhim). Sebab kita dalah hambaNya dan yang dicintai olehNya, lahiriah kita dan bathiniah kita. Inilah makna wahyu Allah s.w.t. kepada Nabi Isa a.s.:

"Bahwasanya Aku apabila Aku lihat pada hati hambaKu, lantas Aku tidak mendapatkan dalam hatinya cinta pada dunia dan cinta pada akhirat, niscaya Aku penuhkan hatinya itu dari "cintaKu" (padanya)."

Kesimpulan:

(a) Ilmu makhrifat terhadap Allah s.w.t. sangat sulit kita dapatkan apabila hati kita masih dipengaruhi oleh kecintaan-kecintaan kepada selain Allah. Hal keadaan ini seperti kata penyair Tasawuf:

Jika alam telah hancur dari mata hatiku, Barulah rahasia dapat melihat ghaibnya dalam cahaya terang, Maka lemparkanlah alam itu dari pandanganmu, Dan hapuslah titik ghaibnya, jika anda ingin melihatKu.

(b) Karena itu, berjuang memerangi hawa nafsu adalah penting sekali. Kemudian barulah kita tingkatkan pendekatan kita kepada Allah s.w.t. dengan lahir dan bathin kita, sehingga sampai kita pada taraf bahwa dunia ini dan apa saja selain Allah sudah tidak mempengaruhi bathin kita lagi, meskipun kita mengahadapi dunia ini dengan serba macam permasalahannya, seperti Rasulullah, Muhammad s.a.w. di mana beliau telah diikuti pula oleh sahabat-sahabat dan hamab-hamba Allah yang shaleh.
_______________________________________________________________________________
Hakikat Hikmah dan Tauhid oleh Prof. Dr. K.H.Muhibbudin Waly

3 Hari bersama Penghuni Surga

3 Hari bersama Penghuni Surga

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan An-Nasa'i, Anas bin Malik menceritakan sebuah kejadian yang dialaminya pada sebuah majelis bersama Rusulullah SAW.

Anas bercerita, "Pada suatu hari kamu duduk bersama Rasulullah SAW., kemudian beliau bersabda, "Sebentar lagi akan muncul dihadapan kalian seorang laki-laki penghuni surga." Tiba-tiba muncullah laki-laki Anshar yang janggutnya basah dengan air wudhunya. Dia mengikat kedua sandalnya pada tangan sebelah kiri."

Esok harinya, Rasulullah SAW. berkata begitu juga, "Akan datang seorang lelaki penghuni surga." Dan munculah laki-laki yang sama. Begitulah Nabi mengulang sampai tiga kali.

Ketika majelis Rasulullah selesai, Abdullah bin Amr bin Al-Ash r.a. mencoba mengikuti seorang lelaki yang disebut oleh Nabi sebagai penghuni surga itu. Kemudian dia berkata kepadanya dia berkata kepadanya, "Saya ini bertengkar dengan ayah saya, dan saya berjanji kepada ayah saya bahwa selama tiga hari saya tidak akan menemuinya. Maukah kamu memberi tempat pondokan buat saya selama hari-hari itu ?

Abdullah mengikuti orang itu ke rumahnya, dan tidulah Abdullah di rumah orang itu selaga tiga malam. Selama itu Abdullah ingin menyaksikan ibadah apa gerangan yang dilakukan oleh orang itu yang disebut oleh Rasulullah sebagai penghuni surga. Tetapi selama itu pula dia tidak menyaksikan sesuatu yang istimewa di dalam ibadahnya.

Kata Abdullah, "Setelah lewat tiga hari aku tidak melihat amalannya sampai-sampai aku hampir-hampir meremehkan amalannya, lalu aku berkata, Hai hamba Allah, sebenarnya aku tidak bertengkar dengan ayahku, dan tidak juga aku menjauhinya. Tetapi aku mendengar Rasulullah SAW. berkata tentang dirimu sampai tiga kali, "Akan datang seorang darimu sebagai penghuni surga." Aku ingin memperhatikan amalanmu supaya aku dapat menirunya. Mudah-mudahan dengan amal yang sama aku mencapai kedudukanmu."

Lalu orang itu berkata, "Yang aku amalkan tidak lebih daripada apa yang engkau saksikan". Ketika aku mau berpaling, kata Abdullah, dia memanggil lagi, kemudian berkata, "Demi Allah, amalku tidak lebih daripada apa yang engkau saksikan itu. Hanya saja aku tidak pernah menyimpan pada diriku niat yang buruk terhadap kaum Muslim, dan aku tidak pernah menyimpan rasa dengki kepada mereka atas kebaikan yang diberikan Allah kepada mereka." Lalu Abdullah bin Amr berkata, "Beginilah bersihnya hatimu dari perasaan jelek dari kaum Muslim, dan bersihnya hatimu dari perasaan dengki. Inilah tampaknya yang menyebabkan engkau sampai ke tempat yang terpuji itu. Inilah justru yang tidak pernah bisa kami lakukan.

Memberikan hati yang bersih, tidak menyimpan prasangka yang jelek terhadap kaum Muslim kelihatannya sederhana tetapi justru amal itulah yang seringkali sulit kita lakukan. Mungkin kita mampu berdiri di malam hari, sujud dan rukuk di hadapan Allah SWT, akan tetapi amat sulit bagi kita menghilangkan kedengkian kepada sesama kaum Muslim, hanya karena kita duga pahamnya berbeda dengan kita. Hanya karena kita pikir bahwa dia berasal dari golongan yang berbeda dengan kita. Atau hanya karena dia memperoleh kelebihan yang diberikan Allah, dan kelebihan itu tidak kita miliki. "Inilah justru yang tidak mampu kita lakukan, " kata Abdullah bin Amr (Hayat Al-Shahabah, II, 520-521).

Pada halaman yang sama, Al-Kandahlawi menceritakan suatu hadis tentang sahabat Nabi yang bernama Abu Dujanah. Ketika Abu Dujanah sakit keras, sahabat yang lain berkunjung kepadanya.

Tetapi menakjubkan, walaupun wajahnya pucat pasi, Abu Dujanah tetap memancarkan cahayanya, bahkan pada akhir hayatnya. Kemudian sahabatnya bertanya kepadanya, "Apa yang menyebabkan wajah Anda bersinar?" Abu Dujanah menjawab, "Ada amal yang tidak pernah kutinggalkan dalam hidup ini. Pertama, aku tidak pernah berbicara tentang sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Kedua, aku selalu mengahadapi sesama kaum Muslim dengan hati yang bersih, yang oleh Al-Quran disebut qalbun salim".

Al-Quran menyebut kata qalbun salim ini ketika Allah SWT. berfirman tentang suatu hari di hari kiamat, ketika tidak ada orang yang selamat dengan harta dan kekayaannya kecuali yang membawa hati yang bersih.

Pada hari itu tidak ada manfaatnya di hadapan Allah SWT, harta dan anak-anak kecuali orang yang datang dengan hati yang bersih (QS 26:89).

Di dalam Islam, Rasulullah yang mulia sejak awal dakwahnya mengajarkan kepada kaum Muslim untuk memperlakukan kaum Muslim yang lain sebagai saudara-saudaranya. Al-Quran mengatakan bahwa salah satu tanda orang yang beriman ialah menjalin persaudaraan dengan sesama kaum beriman lain. Al-Quran menggunakan kalimat yang disebut adat al-hasr, yaitu "innama" -artinya yang tidak sanggup memelihara persaudaraan itu tidak termasuk orang yang beriman.

Imam Al-Ghazali ketika menyebutkan ayat ini juga menegaskan bahwa orang yang beriman sajalah yang dapat memelihara persaudaraan dengan sesama kaum Muslim. Hanya yang beriman yang bisa menumbuhkan kasih sayang kepada kaum Muslim. Rasulullah SAW. menegaskan ayat ini dengan sabdanya : "Tidak beriman di antara kamu sebelum kamu mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri."

Rasulullah yang mulia menyebutkan bahwa salah satu tanda orang yang beriman ialah mempunyai kecintaan yang tulus terhadap kaum Muslim. Dan dalam riwayat yang lain, Rasulullah SAW. bersabda : "Agama adalah kecintaan yang tulus."

Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh As-Suyuthi dalam kitabnya, Ad-Durr Al-Mantsur. Ketika sampai pada ayat yang mengatakan bahwa Allah menolak segolongan manusia dengan segolongan manusia yang lain, pada surah Al-Baqarah, As-Suyuthi meriwayatkan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani bahwa Rasulullah SAW. bersabda, "Setiap masa ada orang yang sangat dekat dengan Allah (yang oleh Rasulullah disebut ABDAL). Kalau salah seorang di antara mereka mati, maka Allah akan menggantikannya dengan orang lain. Begitulah orang itu selalu ada di tengah-tengah masyarakat."

Rasulullah mengatakan bahwa berkat kehadiran mereka Allah menyelamatkan suatu masyarakat dari bencana. Karena merekalah Allah menurunkan hujan, karena merekalah Allah menumbuhkan tetanaman, dan karena merekalah Allah mengidupkan dan mematikan. Sehingga para sahabat bertanya kepada Rasulullah, "Apa maksudnya karena merekalah Allah menghidupkan dan mematikan?" Rasulullah menjawab : "Kalau mereka berdoa agar Allah memanjangkan usia seseorang, maka Allah panjangkan usianya. Kalau mereka berdoa agar orang zalim itu binasa, maka Allah binasakan mereka". Kemudian Rasulullah bersabda : "Orang ini mencapai kedudukan yang tinggi bukan karena banyak shalatnya, bukan karena banyak puasanya, bukan pula karena banyaknya ibadah hajinya, tetapi karena dua hal : yaitu memiliki sifat kedermawanan dan kecintaan yang tulus kepada sesama kaum Muslim."