Hidayah bisa datang kepada siapa saja yang dikehendaki Allah SWT. Tak terkecuali Bisyir bin Harits, seorang pemuda yang gemar minum-minuman keras.
Bisyir bin Harits benar-benar datang. Ia menempati janji seperti yang
disampaikan kepada saudara perempuannya. Namun kemunculannya terlihat
lain, ia limbung seperti halnya orang yang tengah kebingungan.
Belum lagi duduk atau berkata sepatah katapun untuk basa-basi, Bisyir
malah melenggang meninggalkan ruang tamu, “Saya akan naik ke atas,”
begitu kata Bisyir tanpa basa-basi, membuat saudara perempuannya heran.
Keheranan saudara perempuan Bisyir kian bertambah. Pasalnya setelah
melewati beberapa anak tangga menuju ke loteng, Bisyir berhenti. Ia
terdiam di sana sampai saat subuh tiba.
“Mengapa sepanjang malam tadi engkau hanya berdiri di tangga itu?” tanya saudara perempuan Bisyir sesaat setelah Bisyir selesai melaksanakan shalat subuh.
“Ketika saya baru naik, tiba-tiba muncul pemikiran dalam otakku. Di
Baghdad ini banyak orang yang memiliki nama Bisyir, ada yang Yahudi,
Kristen, Majusi. Aku sendiri seorang muslim yang bernama Bisyir. Saat
ini aku mendapat kebahagiaan yang besar. Aku bertanya dalam diriku:
Apakah yang telah aku lakukan ini sehingga mendapat kebahagiaan
sedemikian besar, dan apa pula yang selama ini mereka kerjakan sehingga
tidak mendapat kebahagiaan seperti yang kudapat? Itulah yang membuatku
berdiri di tangga itu sepanjang malam tadi,” kata Bisyir kepada suadara
perempuannya.
Tingkah aneh yang dilakukan Bisyir tidak itu saja. Orang-orang yang
mengenalnya mengetahui, hampir separuh hidup Bisyir dijalani dengan
penuh keanehan.
Suatu ketika cuaca sangat dingin, orang-orang yang tidak kuat dengan
cuaca itu merangkap bajunya beberapa lembar, tapi Bisyir malah melepas
bajunya yang dipakai hingga menggigil kedinginan.
“Mengapa engkau melepas bajumu wahai Abu Nashr, bukankah engkau
menggigil kedinginan. Lihatlah orang-orang itu, mereka mengenakan baju
berlapis-lapis,” kata salah seorang sahabat yang merasa aneh dengan
tingkah Bisyir.
“Aku teringat pada orang-orang miskin, betapa menderitanya mereka
saat ini, sementara aku tidak punya uang untuk membantu mereka, karena
itu aku turut merasakan penderitaan seperti yang mereka rasakan saat
ini,” kata Bisyir. Sahabatnya tidak bisa berkata-kata.
Di waktu yang lain, Bisyir berjanji hendak mengunjungi Ma’ruf, salah
satu sahabatnya. Mendapati janji tersebut Ma’ruf dibuat girang. Dengan
sabar Ma’ruf menunggu kedatangan Bisyir hingga waktu dluhur tiba, Bisyir
belum juga tiba hingga usai shalat Asar.
Bahkan setelah menunaikan salat Isya pun, Bisyir belum juga tiba. Ma’ruf
tetap bersabar menunggu kedatangan Bisyir, Ia yakin Bisyir tidak
mungkin mengkhianati janjinya. Harapan dan kesabaran Ma’ruf tidak
sia-sia. Ketika malam semakin larut, ia melihat Bisyir dari kejauhan,
tanangannya mengapit sebuah sajadah.
Saat sampai di Sungai Tigris, Bisyir menyebrang sungai itu dengan
cara berjalan di atas air. Hal sama dilakukannya ketika hendak pulang
saat waktu subuh tiba setelah mereka berbincang sepanjang malam. Seorang
sahabat Ma’ruf yang menyaksikan kejadian itu mencoba mengejar Bisyir,
kepadanya ia minta didoakan, setelah mendoakan sahabat Ma’ruf sesuai
yang dimintanya, Bisyir berpesan agar apa yang dilihatnya itu tidak
diceritakan kepada siapapun. Dan orang itu tetap menjaga rahasia
tersebut sepanjang masa hidup Bisyir.
Di lain kesempatan Bisyir kedatangan sekelompok orang dari Syiria. Mereka bermaksud mengajaknya menunaikan ibadah haji ke Mekah.
Namun ajakan itu tidak serta merta dipenuhinya. Kepada tamunya itu
Bisyir mengajukan syarat: Pertama, mereka tidak dibolehkan membawa bekal
apapun. Kedua, mereka tidak boleh meminta belas kasihan orang lain
dalam perjalanan. Ketiga, jika ada orang yang melihat karena iba dan
kasihan kepada mereka, mereka tidak diizinkan menerima pemberian itu.
Tawakal kepada Allah
“Pergi tanpa perbekalan dan tidak boleh meminta-minta dapat kami terima,
tapi apabila orang lain memberikan sesuatu mengapa tidak boleh
menerimanya,” tanya salah seorang dalam rombongan itu.
Mendengar kekhawatiran tersebut, Bisyir pun menjawab, “Sebenarnya
diri kalian tidak memasrahkan diri kepada Allah, tapi kepada perbekalan
yang kalian bawa.”
Pada saat yang lain datang seorang lelaki datang minta nasihat pada
Bisyir, lelaki itu memiliki uang sebanyak 2000 dirham, yang halal dan
akan digunakannya untuk melaksanakan haji.
Kepada orang itu Bisyir malah berkata, “Apakah engkau hendak
bersenang-senang? Jika engkau benar-benar bermaksud membuat Allah suka,
lunasilah hutang seseorang, atau berikan uang itu kepada anak yatim,
atau kepada orang yang butuh pertolongan. Kelapangan yang diberikan
kepada jiwa seorang muslim lebih disukai Allah daripada seribu kali
menunaikan ibadah haji.”
Mendengar nasihat itu, laki-laki itu menjawab, “Walau demikian aku lebih
suka jika uang ini kupergunakan untuk menunaikan ibadah haji.”
“Itulah bukti, engkau telah memperolehnya dengan cara tidak halal,
maka engkau tidak akan merasa senang sebelum menghabiskannya dengan
cara-cara yang tidak benar,” kata Bisyir kemudian.
BismillahKeanehan dan kealiman Bisyir tidak terlepas dari pengalaman
relijius yang pernah dialaminya. Sewaktu muda, Bisyir dikenal sebagai
seorang pemabuk. Suatu malam ia berjalan seorang diri dengan sempoyongan
karena mabuk minuman keras. Di tengah perjalanan ia menemukan secarik
kertas bertuliskan kalimat “Bismillahirramanirrahim”. Antara sadar dan
tidak, ia lantas membeli minyak mawar yang dipakainya memerciki kertas
itu untuk disimpannya.
Setelah kejadian itu, di suatu malam ada seorang ulama yang bermimpi
bahwa ia diperintah Allah agar menemui Bisyir, dengan menyatakan,
“Engkau telah mengharumkan namaku, maka Aku pun telah mengharumkan
namamu. Engkau telah memuliakan nama-Ku, maka aku pun telah memuliakan
dirimu. Engkau telah menyucikan nama-Ku, maka aku pun telah menyucikan
dirimu. Demi kebesaran-Ku, niscaya kuharumkan namamu, baik di dunia
maupun di akhirat.”
Namun, karena ia mengenal Bisyir sebagai sosok pemuda berandal, lelaki
itupun langsung melanjutkan tidurnya setelah ia bersuci. Tapi ia
menemukan mimpi yang sama hingga tiga kali.
Keesokan harinya ia pergi menemui Bisyir, yang tengah menghadiri pesta
minuman keras. Ia ceritakan sebuah pengalaman dan perintah Allah yang
mesti dikerjakannya. Sejak itu, atas izin dan perkenan Allah, Bisyir
langsung berubah. Namanya tidak lagi disebut dalam pesta anggur, apalagi
sampai ia datang ke pesta maksiat itu.
***
Kisah yang lain menyebutkan, Bisyir sempat bertemu Rasulullah SAW dalam
tidurnya. Rasulullah mengatakan kepadanya alasan mengapa Allah memilih
sebagai hamba yang dimuliakan. Karena dia selalu mengikuti sunah Nabi
SAW, memuliakan orang yang saleh, memberi nasihat yang baik kepada
saudara-saudaranya, dan mencintai Rasulullah dan keluarganya.
Pada kesempatan lain Bisyir sempat meminta nasihat pada sahabat Ali bin
Abi Thalib melalui mimpinya. Sahabat Ali pun memberinya nasehat. “Belas
kasihan orang kaya kepada orang miskin, karena berharap pahala dari
Allah adalah perbuatan baik. Tapi lebih baik lagi bila orang-orang
miskin itu enggan menerima pemberian orang kaya karena percaya kepada
kemurahan Allah.”
Begitulah kisah hidup Abu Nashr Bisyir bin Al-Harits Al-Hafi. Meski
sempat menjadi brandal dan pemabuk semasa mudanya, hamba Allah yang
saleh yang lahir di Kota Merv (Persia) pada 150 H / 767 M ini segera
berubah setelah hidayah itu diperolehnya. Ia tinggalkan segala
kesenangan di dunia, lalu belajar hadits di Baghdad. Ia meninggal pada
227 H. Karena kesalehannya, Imam Ahmad bin Hambal, pendiri mazhab
Hambali, pun ikut menghormati dan mengaguminya.
Referensi Kisah Alkisah Nomor 08 / 11-24 April 2005, http://www.sufiz.com

Beliau RA berkata tentang dakwah, Yang wajib bagi kita yaitu harus menjadi daI dan tidak harus menjadi qodli atau mufti (katakanlah wahai Muhammad SAW inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang jelas aku dan pengikutku) apakah kita ikut padanya (Rasulullah) atau tidak ikut padanya? Arti dakwah adalah memindahkan manusia dari kejelekan menuju kebaikan, dari kelalaian menuju ingat kepada Allah, dan dari keberpalingan kembali menuju kepada Allah, dan dari sifat yang buruk menuju sifat yang baik.